JNO Mojokerto | Di tengah hiruk-pikuk kampung Dusun Banci, Desa kemantren, Kecamatan Gedeg, Mojokerto, berdiri megah sebuah pabrik karet bernama CV Barokah Jaya. Namun di balik aktivitas produksinya yang nyaris tak pernah henti, tersimpan potensi pelanggaran serius yang kini menjadi sorotan publik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Generasi Muda Indonesia Cerdas Anti Korupsi (Gmicak).
Pabrik milik H. Honi tersebut diduga kuat tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Fakta ini diungkap oleh salah satu karyawan berinisial Y, yang mengaku hanya menerima upah Rp110.000 per hari tanpa perjanjian kerja maupun jaminan sosial apapun. “Kami hanya disuruh kerja, tujuh jam per hari, tanpa ada surat-surat resmi,” keluhnya, Jumat (9/5/2025).
Ironisnya, dengan jumlah pekerja mencapai sekitar 170 orang, perusahaan ini diduga telah lama melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, terlebih lagi tidak menyediakan fasilitas keselamatan kerja (K3) sebagaimana yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970.
Tak cukup sampai di situ, warga sekitar mengeluhkan bau menyengat dan limbah yang berasal dari operasional pabrik, yang dinilai mengganggu kenyamanan lingkungan permukiman padat. Pabrik ini seolah berdiri bebas dari pengawasan, padahal seharusnya masuk dalam radar pengawasan Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Mojokerto.
Pada Selasa, 20 Mei 2025, tim media bersama LSM Gmicak mendatangi lokasi pabrik. Di tempat tersebut juga tampak mobil patroli Polsek Gedeg, diduga mengetahui aktivitas pabrik yang penuh kejanggalan tersebut.
**Upah di bawah UMK, fasilitas K3 minim, BPJS nihil, dan CSR tak jelas—**semuanya mengarah pada satu kesimpulan: CV Barokah Jaya diduga mengangkangi kewajibannya sebagai pelaku industri di tanah hukum Indonesia.
Ketika dikonfirmasi, kepala keamanan pabrik, Otto Sujamiko, tidak merespon pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp. Diamnya pihak internal pabrik menambah kuat dugaan adanya upaya menutup-nutupi pelanggaran.
Ketua Umum LSM Gmicak, Supriyanto, menyatakan bahwa perusahaan ini bukan hanya lalai dalam hal BPJS, namun juga diduga belum pernah menjalankan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
“CSR itu kewajiban, bukan pilihan. Jika pabrik ini terus menghindar dari tanggung jawab sosialnya, maka negara, lingkungan, dan masyarakat dirugikan secara berlapis,” tegas Supriyanto.
LSM Gmicak mendesak DLHK, Tipidter Polres Mojokerto, serta Dinas Tenaga Kerja untuk turun tangan menyelidiki dan mengambil tindakan hukum tegas terhadap CV Barokah Jaya. Jika dibiarkan, ini bukan hanya soal pelanggaran administrasi, tapi sudah menyentuh pelanggaran hak asasi manusia dan eksploitasi buruh.
Sumber : Jejak kasus