JNO MOJOKERTO| Di saat pemerintah berusaha membuka gerbang masa depan bagi seluruh anak bangsa dengan menegaskan bahwa ijazah adalah hak mutlak siswa, bahkan bila mereka punya tunggakan, masih saja ada sekolah yang keras kepala menabrak aturan demi uang.
Salah satunya diduga dilakukan oleh SMK Raden Patah Kota Mojokerto. Sekolah ini ditengarai menahan ijazah milik RL, lulusan tahun 2024 jurusan Teknik Instalasi Tenaga Listrik, hanya karena belum bisa melunasi sejumlah tunggakan SPP dan pungutan lainnya. Padahal pemerintah sudah melarang keras penahanan ijazah dalam bentuk apapun.
Riski bukan berasal dari keluarga berada. Ibunya, Ningsih, seorang penjual kopi di pinggir jalan, hanya ingin anaknya segera bekerja untuk membantu kehidupan mereka dan membayar tunggakan itu pelan-pelan. Tapi harapan sederhana itu dibenturkan ke tembok tebal arogansi sekolah.
Ningsih datang, memohon dengan hati seorang ibu. Namun harapannya seperti dilempar ke jurang tak peduli. Bahkan,inisial T Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, justru menyambut dengan ucapan menyakitkan dan nada tinggi yang jauh dari nilai-nilai seorang pendidik.
“Ditahan saja gak mau bayar, apalagi gak ditahan… gak usah kepala sekolah, aku sendiri sudah cukup,” ujar Titik dengan lantang, seakan sekolah adalah miliknya pribadi.
Padahal, dalam aturan resmi pemerintah sudah gamblang dan tak bisa ditawar:
Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024
Peraturan Sekjen Kemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2022
Kedua regulasi ini secara tegas menyatakan: penahanan ijazah adalah tindakan ilegal dan bentuk nyata dari maladministrasi. Setiap sekolah yang masih melakukannya dianggap melanggar hukum dan mencederai hak asasi siswa.
Samsul, SH. CPM., praktisi hukum dari Aulian Law Firm, menyebut tindakan seperti ini sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap konstitusi pendidikan.
“Ini bukan sekadar persoalan uang. Ini adalah soal masa depan. Sekolah bukan tempat bisnis, apalagi menahan masa depan anak bangsa hanya karena nominal. Ini bentuk nyata pelanggaran hak,” ujarnya geram.
Kini, publik menunggu: apakah Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten Mojokerto akan diam saja?
Ataukah keberanian seorang ibu penjual kopi ini akan menjadi titik awal perlawanan terhadap sistem pendidikan yang kadang lebih sibuk menagih daripada mendidik? (Hari)