JNO Mojokerto | Dugaan praktik tambang galian C kebal hukum kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada aktivitas galian di Desa Sidorejo, Kecamatan Jetis, kabupaten Mojokerto, yang disebut-sebut milik Marno, warga Dusun Ngaglik. Ironisnya, lokasi tersebut dikabarkan dijaga preman yang mengintimidasi awak media saat melakukan peliputan.serta membentak awak media untuk wajib ijin meliput.serta galian C tersebut tidak di pasang banner izin lefalitas.
Peristiwa memalukan terjadi ketika jurnalis yang hendak merekam kegiatan tambang dipaksa berhenti. Mereka diteriaki, dibentak-bentak, bahkan diwajibkan meminta izin sebelum meliput. Padahal, kegiatan jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan kebebasan pers tidak boleh dihalangi.
Tak hanya intimidasi terhadap media, aktivitas galian C di lokasi tersebut diduga kuat tidak memiliki izin lengkap sebagaimana diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Jika benar terbukti ilegal, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 158 UU Minerba yang mengancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda Rp100 miliar bagi penambangan tanpa izin.
Lebih memprihatinkan lagi, galian c tersebut telah mencapai kedalaman ekstrem yang berpotensi merusak lingkungan. Kondisi itu jelas bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yang menegaskan setiap kegiatan usaha wajib menjaga kelestarian lingkungan. Kerusakan akibat galian liar bisa memicu longsor, menurunkan daya dukung tanah, hingga merusak sumber air masyarakat sekitar.
Sudut Pandang Kritis:
Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan aparat terkait dalam menindak tegas tambang. Bagaimana mungkin sebuah galian besar yang berdampak langsung pada kerusakan lingkungan bisa dibiarkan beroperasi, bahkan sampai menggunakan preman untuk membungkam media? Ini jelas menantang hukum dan menodai wibawa negara.
Masyarakat mendesak Polres Mojokerto, Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas ESDM Jawa Timur segera turun tangan menutup aktivitas galian C ini. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, mengingat dampak sosial, lingkungan, dan potensi konflik yang ditimbulkannya semakin nyata.
Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin praktik tambang seperti ini akan menjadi pengaruh buruk di Mojokerto, di mana hukum kalah oleh intimidasi premanisme. Publik menunggu ketegasan aparat dalam menegakkan hukum dan melindungi lingkungan dari tangan-tangan perusak! (red jno news tv )