JNO Mojokerto | Aroma panas sedang mengepul di Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi. Dua bidang tanah yang dulu diyakini sebagai tanah kemakmuran rakyat, kini menjadi panggung polemik dan kecurigaan warga, khususnya dari Dusun Rembu Tengah dan Rembu Lor. Di balik rencana pendirian pabrik plastik oleh PT Linko Perkasa Sukses, terselip kisah pelik tentang hak, kejelasan status lahan, dan dugaan "main belakang" oleh oknum perangkat desa.
Tim investigasi gabungan dari Media & Badan Intelijen Investigasi (BII) Lembaga Reformasi Indonesia, DPC Mojokerto Raya menemukan fakta mengejutkan di lapangan. Lahan sawah bekas gogol tetap (GT) pada percil 54s, milik 63 petani, kini sebagian besar telah dijual kepada PT Linko Perkasa Sukses. Namun, dari 63 bidang tersebut, ada dua bidang dengan luas sekitar 795 m² yang menyulut kontroversi. Tanah ini diklaim sebagai tanah kemakmuran rakyat, yang konon berasal dari irisan gogol 63 bidang, dan tanpa suara bulat warga, tanah ini dipindah secara misterius ke percil 73s untuk dilepas ke pembeli.
Panitia P2T, Notaris, dan Uang yang "Raib"
Warga mencurigai peran ganda oknum perangkat desa dalam proses ini. Saudara T, Kepala Dusun Rembu Lor, disebut sebagai Panitia Pelepasan Tanah (P2T) sekaligus mediator jual beli tanah, bekerja sama dengan notaris berinisial A, SH, MKn, yang berkantor di Perum Puri Mojobaru, Canggu, Jetis. Ironisnya, menurut pengakuan warga dan narasumber dari pihak PT Linko Perkasa Sukses, uang kompensasi senilai Rp30 juta telah diserahkan dua kali melalui notaris—namun warga mengaku belum menerima sepeser pun.
Mirisnya lagi, uang down payment (DP) sebesar Rp20 juta yang disebut-sebut pernah diberikan juga tak jelas rimbanya. tak sampai ke tangan masyarakat. Sebaliknya, warga hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut—tanpa bukti, tanpa transparansi.
Tanah Kemakmuran atau Aset Desa? Jawaban Tak Sinkron
Warga kian geram karena status lahan masih kabur. Ketika dikonfirmasi ke Sekretaris Desa (Sekdes) Doni dan Kasun Rembu Kidul Mahendra, mereka mengklaim tanah tersebut sebagai aset desa. Tapi hasil penelusuran dan konfirmasi ke Kepala Desa Japanan, Asmianto, menunjukkan hal berbeda. Menurutnya, tanah itu bukan tercatat sebagai aset desa, dan seluruh proses harus diklarifikasi dengan panitia P2T. Ia bahkan mengaku telah berkordinasi dengan camat, BPD, dan biro hukum Kabupaten Mojokerto.
Riwayat Lama: Dari Gogol ke Tanah Kemakmuran
Menurut penuturan warga, asal-usul tanah ini bermula dari kebijakan Lurah Sudarsono pada era 1970-an. Tanah gogol kala itu diukur dan disisihkan untuk dijadikan tanah kemakmuran, yang diperuntukkan bagi warga tak bersawah, terutama saat musim paceklik. Tanpa sertifikat, tanpa kejelasan hukum yang kuat, tanah ini bertahun-tahun digarap masyarakat. Kini, tanah itu justru dilepas ke pihak swasta tanpa musyawarah transparan.
P2T yang dibentuk terdiri dari para tokoh dan aparat desa—dengan Lurah Asmianto sebagai penanggung jawab dan penasehat.namun mirisnya pak lurah di tinggalkan panitia P2T.
Di duga, musyawarah dengan para pemilik atau ahli waris gogol tidak pernah dilakukan, bahkan seakan hanya formalitas lewat dokumentasi sosialisasi yang sarat rekayasa.
Rakyat Mulai Bergerak: Aksi dan Kompensasi Jalan
Kemarahan warga memuncak. Isu pengalihan status tanah dari percil 54s ke 73s menjadi pemicu gejolak. Meskipun sebagian sudah terjual dan bahkan diurug, masyarakat tetap ngotot mempertanyakan status lahan dan ke mana kompensasi sebenarnya mengalir.
Senin, 7 Juli 2025, terjadi kesepakatan kecil antara warga dan pihak pengurukan terkait akses jalan urug. Jalan dusun Rembu Tengah yang dipakai untuk keluar masuk truk tanah disepakati mendapat kompensasi Rp10 juta untuk kas dusun. Tapi ini hanya pengobat luka kecil di tengah persoalan besar yang masih menganga.
Camat Kemlagi Angkat Alis: “Kok Belum Ada Musdes?”
Warga pun mengadu ke Camat Kemlagi. Saat ditemui pukul 08.30 WIB, Camat terkejut karena rapat di kabupaten sudah dilakukan, namun hingga kini musyawarah desa (musdes) sebagai forum tertinggi desa tak kunjung digelar. Warga mendesak camat sebagai pimpinan wilayah segera bertindak.
Lahan kemakmuran kini jadi lahan pertarungan kepentingan. Di balik janji lapangan kerja dan pabrik plastik, ada teka-teki hak milik dan kompensasi yang belum terjawab. Apakah tanah rakyat bisa dijual begitu saja tanpa suara rakyat? Atau ada skenario tersembunyi yang tak pernah dibuka ke publik?
Tim investigasi akan terus menggali dan membongkar tabir ini—karena suara rakyat tidak boleh dibungkam.
(Tim Investigasi Media & DPC LPRI Mojokerto Raya – Melaporkan)