Direktur YLBH Fajar Trilaksana Soroti “Remang-Remang” KUHP Baru: Judi Online Seharusnya Dipandang sebagai Penyakit Masyarakat, Bukan Dipidana


Jnonews.com Surabaya | Judi online kini berkembang menjadi industri distribusi keuangan berskala besar dengan jaringan internasional yang melibatkan banyak pemain bermodal kuat. Namun bagi masyarakat akar rumput, fenomena ini justru menghasilkan dampak sosial yang jauh lebih memprihatinkan menjadi tindakan yang merusak perilaku, mental, dan stabilitas ekonomi keluarga.

Direktur YLBH Fajar Trilaksana, A. Fajar Yulianto , menilai bahwa KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan maupun rasa keadilan bagi para pecandu judi online , sebagaimana perlakuan terhadap korban mencakup narkoba yang mendapatkan ruang rehabilitasi dan pemulihan mental.

Ia menyoroti dua pasal yang mengatur perjudian, yakni Pasal 426 dan Pasal 427 , yang masing-masing memberikan ancaman pidana maksimal 9 tahun bagi pihak yang menawarkan perjudian tanpa izin, serta ancaman maksimal 3 tahun bagi pengguna layanan judi ilegal.

Menurut Fajar, terdapat tiga titik remang-remang dalam ketentuan tersebut:

Definisi judi online tidak dijelaskan dengan tegas , sehingga membuka ruang multitafsir di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan munculnya praktik judi terselubung dalam format gim bold.

Frasa “tanpa izin” dalam pasal kedua dapat mengkonversi bahwa perjudian dimungkinkan bila mendapat izin tertentu—bertentangan dengan norma sosial maupun agama yang dengan tegas melarang semua bentuk perjudian.

Tidak adanya pendekatan humanis dan rehabilitatif dalam penanganan pecandu judi online, yang seharusnya diposisikan sebagai korban dengan kebutuhan pelatihan mental dan psikologis, bukan semata-mata sebagai pelaku kejahatan.

Fajar menegaskan bahwa kecanduan judi online merupakan kondisi mental , bukan semata-mata pelanggaran hukum. Pelaku mengalami ketergantungan, dorongan obsesif, kondisi emosional tidak stabil, hingga depresi akibat mengejar keuntungan instan yang tidak realistis.

Atas dasar itu, ia menyebut judi online sebagai “penyakit masyarakat” yang membutuhkan proses mendalam, bukan kriminalisasi. Pidana penjara maupun denda, katanya, tidak menyelesaikan akar masalah dan justru memperbaiki kondisi sosial para pelaku.

Fajar mendorong agar penanganan pecandu judi online diarahkan pada rehabilitasi, pemulihan psikologis, pembinaan mental, serta penyediaan kebutuhan hidup yang layak , sehingga mereka dapat kembali produktif dan berkontribusi bagi masyarakat.

Ia juga menilai pendekatan ini sejalan dengan semangat KUHP baru yang menekankan aspek korektif, restoratif, dan rehabilitatif , bukan sebagai instrumen balas dendam negara terhadap pelanggar hukum.

Semua pihak, terutama pemerintah, harus hadir menyediakan fasilitas pemulihan masyarakat bisa keluar dari lingkaran perjudian online. Membangun kembali produktivitas dan kesehatan mental mereka jauh lebih penting daripada sekadar vonis penjara,” tegas Fajar.

(Opini oleh A. Fajar Yulianto, Direktur YLBH Fajar Trilaksana)


Lebih baru Lebih lama