"Tangan Negara Menyentuh Warung, Tapi Membelai Pabrik: Operasi Gempur atau Gimik?"



JNO Malang | Warung kecil Dan sales pengecer digrebek, pabrik besar dibiarkan. Apakah hukum sedang keliru alamat, atau memang diarahkan begitu?

Bea Cukai dan penegak hukum kembali turun tangan. Tapi sayangnya, tangan itu lebih sering menyentuh etalase warung kelontong dan sales pengecer daripada pintu gudang pabrik rokok ilegal. Dengan dalih penegakan hukum dan keadilan fiskal, negara seolah sedang menunjukkan kuasa… kepada rakyat kecil.

beberapa warung digrebek. Rokok disita. Pedagang dicecar. Kamera menyala. Stiker bertuliskan "Gempur Rokok Ilegal" pun tertempel gagah. Semua terlihat heroik... sampai kita sadar siapa sebenarnya yang dikejar dan siapa yang dibiarkan.

"Ini penegakan hukum,"  mungkin merasa sedang menyelamatkan negara dari keruntuhan APBN.

Sementara itu, pemilik sales pengecer dan warung yang jadi sasaran razia – hanya bisa bengong. Rokok yang ia beli dari mobil pickup langganan dianggap “musuh negara.” Bukan pabriknya. Bukan pemodalnya. Tapi dia.

Lucunya, pabrik-pabrik yang memproduksi rokok ilegal itu kerap berdiri gagah tak jauh dari kantor Bea Cukai. Lengkap dengan truk, mesin, dan kamera pemantau. Tapi anehnya, mereka seolah tak tersentuh. Tak pernah viral. Tak pernah dibakar barang buktinya.

Apakah aparat tak tahu? Atau justru terlalu kenal?

Karena aneh saja: warung kelontong bisa diciduk cepat, tapi pabrik dengan mesin pelinting jutaan rupiah bisa lolos tanpa jejak. Jangan-jangan, yang punya mesin itu justru sedang duduk manis di kursi kekuasaan.

Lebih aneh lagi, sekarang aparat datang bawa kamera, bukan surat penyitaan mesin. Mereka sibuk dokumentasi, bukan investigasi. Sibuk stikerisasi, bukan legalisasi.

Tentu saja kita semua paham: rokok ilegal itu merugikan negara. Tapi yang lebih merusak adalah sistem hukum yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Kalau benar mau gempur rokok ilegal, hentikan sandiwara. Jangan jadi pahlawan di warung, tapi pengecut di depan pabrik. Jangan gebuki pengecer yang cari makan, sementara pemilik pabrik yang merusak APBN diajak diskusi di meja kopi.

Karena jika hukum hanya ditegakkan untuk yang lemah, maka negara sedang melatih rakyat untuk takut pada kebenaran, dan percaya bahwa keadilan bisa dibeli.

Jno News Mengabarkan

Lebih baru Lebih lama