BFI sewa preman Bertopeng Debt colector bak kebal hukum, Pasutri Diseret Debt Collector BFI, ELTS Bongkar Perampasan Kemerdekaan dan Intimidasi Brutal


JNO Mojokerto | kembali diguncang kasus yang memalukan wajah penegakan hukum. Pasangan suami istri, Heris Choiruman dan Anjiroh Mufidah, warga Desa Medali, Kecamatan Puri, menjadi korban dugaan teror dan perampasan kemerdekaan oleh debt collector BFI Finance.

Kejadian mencekam yang sempat viral di media sosial ini kini ditangani serius oleh Firma Hukum ELTS, yang menegaskan bahwa insiden tersebut bukan persoalan utang-piutang biasa, melainkan murni tindak pidana berat.

Agus Sholahuddin, Ketua ELTS, dengan lantang menyebut:

“Ini murni kriminal, bukan urusan perdata. Ada perampasan kemerdekaan, pemerasan, dan intimidasi.”

Kronologi Teror

Pada 9 September 2025, sekitar lima orang mendatangi rumah korban. Mereka mendobrak pintu, membentak istri korban yang menggendong balita, lalu menyeret Heris secara paksa. HP korban disita, komunikasi diputus, dan bukannya dibawa ke kantor polisi, justru diarahkan ke kantor BFI Finance Mojokerto.

Di sana, korban dibentak, diinterogasi, dan dipaksa menandatangani dokumen misterius. Ironisnya, korban sempat dibawa ke Polresta Mojokerto, namun bukannya dilindungi, ia malah kembali diintimidasi.


ELTS menilai praktik ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, melainkan serangan langsung terhadap hak asasi manusia.

Unsur Pidana yang Dipenuhi

Firma Hukum ELTS menegaskan bahwa insiden ini memenuhi berlapis pasal pidana:

Pasal 333 KUHP – Perampasan Kemerdekaan (8 tahun penjara)

Pasal 368 KUHP – Pemerasan (9 tahun penjara)

Pasal 335 KUHP – Intimidasi dan Pemaksaan

Pasal 351 KUHP – Penganiayaan Psikis

Pasal 378 jo. Pasal 242 KUHP – Penipuan dan Penyamaran

“Semua tanda tangan yang diperoleh melalui paksaan adalah batal demi hukum,” tegas Agus.


Sorotan terhadap BFI dan Oknum Aparat

ELTS menuding BFI Finance tidak bisa cuci tangan, karena debt collector bergerak atas kuasa mereka. Lebih parah, ada dugaan pembiaran oleh oknum Polresta Mojokerto.

“Tugas polisi melindungi rakyat, bukan membiarkan intimidasi di markas mereka. Propam harus turun tangan,” ujar Agus.

Selain itu, praktik ini jelas melanggar POJK No. 35/POJK.05/2018 tentang tata cara penagihan yang beretika.

Langkah Hukum ELTS

ELTS mengambil empat langkah strategis:

Melapor ke Polres Mojokerto dan Polda Jatim.

Mendesak Kapolres Mojokerto menindak pelaku & oknum aparat.

Mengajukan laporan ke OJK untuk memberi sanksi pada BFI Finance.

Mengajak media & publik mengawal kasus hingga tuntas.

Dukungan Publik

Ketua Umum Gajah Mada Mojokerto, Dedik Bima Gatot Kaca, mengecam keras:

“Praktik penagihan ala preman harus diberantas. Supremasi hukum tidak boleh tunduk pada kekerasan.”

Seruan Keadilan

Agus mengingatkan bahwa putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 sudah melarang eksekusi sepihak oleh debt collector.

“Ini bukan sekadar soal utang, tapi soal keselamatan warga. Masyarakat harus berani melawan penagihan barbar seperti ini.”

Poin-Poin Penting

Pasutri Mojokerto jadi korban debt collector BFI Finance → diseret, dibentak, dipaksa tanda tangan.

ELTS: Kasus ini murni kriminal, bukan perdata.

Unsur pidana: perampasan kemerdekaan, pemerasan, intimidasi, penganiayaan psikis, penipuan.

Sorotan pada BFI Finance + dugaan pembiaran oleh oknum Polresta Mojokerto.

Langkah hukum: laporan ke polisi, Polda, OJK, serta desakan publik.

Dukungan publik dari tokoh Mojokerto: “Stop penagihan ala preman.”

Putusan MK sudah jelas → debt collector dilarang eksekusi sepihak.( Redaksi HR jno news)



Lebih baru Lebih lama