JNO Mojokerto | Dugaan praktik premanisme berkedok penagihan utang kembali mencuat. Pasutri asal Desa Medali, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, Heris Choiruman dan Anjiroh Mufidah, menjadi korban intimidasi oleh sejumlah orang yang mengaku sebagai intel Polres Mojokerto Kota. Belakangan terungkap, mereka ternyata oknum Debt Collector penagihan yang diduga disewa oleh pihak leasing BFI Finance.
Peristiwa yang terjadi pada Selasa, 9 September 2025 itu bermula ketika sekelompok orang mendatangi rumah Heris. Dengan nada keras, mereka meminta istrinya menjemput Heris di sekolah. Tak lama setelah pulang, Heris dipaksa masuk ke mobil tanpa diberi kesempatan menunggu istrinya kembali.
“Di dalam mobil saya dibentak-bentak, kap mobil digedor-gedor, saya diperlakukan seperti maling. Saya ketakutan luar biasa,” kata Heris saat ditemui awak media.
Setibanya di Polres Mojokerto Kota, ia ditekan untuk mengaku keberadaan mobil Avanza miliknya. Ia bahkan dipaksa menandatangani berkas dokumen tanpa diperkenankan membaca isinya. Ponselnya dirampas dan dipakai oknum penagih untuk menghubungi pihak lain.
Belakangan, Heris baru menyadari bahwa Kelima orang DC yang membawanya bukan intel kepolisian, melainkan Debt Collector berinisial H, A, R, H, dan P.
Kasus ini langsung mendapat sorotan. Agus Sholahuddin, Ketua Firma Hukum ELTS, menegaskan tindakan tersebut tidak manusiawi dan menyalahi aturan. Ia menyoroti dugaan adanya kerjasama terselubung antara Debt Collector dengan oknum aparat, karena mereka bisa leluasa keluar masuk Polres Mojokerto Kota.
“BFI dan PT Tempat Debt Colector bekerja harus bertanggung jawab. Debt Collector tidak punya kewenangan memaksa, apalagi menyeret debitur ke kantor polisi dengan gaya preman. Bila ada tunggakan, jalurnya jelas: gugat fidusia lewat pengadilan. Jangan malah main intimidasi,” tegas Agus.
Ia menambahkan, aksi semacam ini bisa masuk kategori penculikan sebagaimana diatur Pasal 328 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
Agus juga mengingatkan bahwa leasing sering bersembunyi di balik outsourcing Debt Collector untuk menghindari tanggung jawab hukum. “Inilah celah masalah utamanya: praktik outsourcing penagihan yang tidak dikontrol. Akibatnya, debitur diperlakukan seolah penjahat padahal kasusnya murni perdata,” jelasnya.
Agus menegaskan pihaknya siap mengawal kasus ini demi memberikan keadilan bagi korban sekaligus efek jera bagi Debt Collector nakal. ( Red ud jno news)